RPP 3

11.50 Edit This 1 Comment »
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/semester : V/1
Pokok bahasan : menulis surat undangan
Alokasi waktu : 2 x 35 menit

I. STANDAR KOMPETENSI
MENULIS
4. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis.
II. KOMPETENSI DASAR
4.2 Menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dll) dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan.
III. INDIKATOR
• Menunjukkan bagian-bagian surat undangan
• Menentukan isi undangan
• Menulis surat undangan dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan
IV. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Melalui diskusi siswa dapat menunjukkan bagian-bagian surat undangan dengan benar
• Melalui diskusi siswa dapat menentukan isi undangan dengan benar
• Melalui penugasan siswa dapat menulis surat undangan dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan dengan tepat
V. MATERI POKOK
Menulis surat undangan
VI. METODE, MEDIA, DAN SUMBER BELAJAR
A. METODE
• Diskusi
• Penugasan
• Tanya jawab
B. MEDIA
Surat undangan resmi dan surat undangan tidak resmi
C. SUMBER BELAJAR
• Buku sekolah elektronik bahasa Indonesia kelas V Umri Nur aini
• Buku sekolah elektronik bahasa Indonesia kelas V Sri Murni
• Buku sekolah elektronik bahasa Indonesia kelas V Edi Warsidi
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
A. PRA KEGIATAN
1. Salam dan doa
2. Pengondisian kelas
3. Presensi
4. Menyiapkan peralatan
B. KEGIATAN AWAL
1. Apersepsi : Guru bertanya kepada siswa,”Kemarin anak- anak sudah belajar tentang komunikasi melalui lisan (telephon), selain komunikasi secara lisan kita juga bisa berkomunikasi melaui tulisan. Nah kira- kira komunikasi melalui tulisan disebut apa……. ?”
2. Penyampaian tujuan pembelajaran
3. Pemberian motivasi : anak – anak harus memahami bagaimana cara membuat surat dengan benar, baik surat resmi maupun tak resmi. Ini penting karena kelak kalau anak-anak sudah dewasa dan ingin bekerja, yang harus pertama kali dilakukan adalah membuat surat lamaran pekerjaan, jadi kalau kalian paham dengan baik, nantinya kalian tidak akan kebingungan membuatnya.
4. Penyampaian langkah pembelajaran
C. KEGIATAN INTI
• Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
• Guru membagikan lembar Kerja (LK) kepada masing-masing kelompok
• Siswa mulai membaca LK dalam hati
• Siswa dalam kelompok mendiskusikan bagian- bagian surat undangan.
• Siswa dalam kelompok menentukan isi dari surat undangan
• Setelah selesai, perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusi di depan kelas
• Masing-masing siswa menulis surat undangan
• Siswa membacakan surat undangan yang telah dibuatnya
• Siswa menempelkan surat undangannya di papan pajang

D. KEGIATAN AKHIR
1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal yang belum jelas.
3. Evaluasi : masing-masing siswa menulis surat undangan (resmi/tidak resmi), yang hasilnya di tempel di papan pajang

VIII. EVALUASI
• Bentuk penilaian : kelompok dan individu
• Jenis Tes : tes tertulis (soal dalam LK) dan menulis surat (individu)
Lembar penilaian kelompok
No. Aspek Penilaian Bobot Nilai
1. Mengebutkan bagian-bagian surat undangan (resmi)
a. semua(3)
b. sebagian besar (2)
c. sebagian kecil (1) 5
2. Menyebutkan bagian- bagian dari surat pribadi (tak resmi)
a. tepat (3)
b. kurang tepat (2)
c. tidak tepat (1) 5
3. Menunjukkan salam pembuka dan pembukaan surat (resmi dan tak resmi)
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1) 5
4. Menunjukkan isi surat dan penutup surat
a. tepat (3)
b. kuang tepat (2)
c. tidak tepat (1) 5
5. Menjelaskan perbedaan surat undangan dan surat pribadi
a. Semua benar (3)
b. Sebagian besar benar (2)
c. Sebagian besar salah (1) 5
Keterangan
Skor maksimal 5 (3 X 5) = 75
Skor perolehan
Nilai Perolehan siswa = X 100
Skor maksimum
Proses diskusi : menentukan bagian-bagian surat undangan dan isinya
No Nama Aspek yang dinilai Jumlah skor Nilai
keaktifan kerjasama disiplin keseriusan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4






Evaluasi/tes akhir (individu): menulis surat undangan
No Nama Aspek yang dinilai Jumlah skor nilai
Pemilihan kata Kesesuai-an tema Penulisan tanda baca dan huruf (kaptal/ke-cil) kreativitas
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4





Petunjuk penilaian:
Keterangan :
1 = kurang
2 = cukup
3 = baik
4 = baik sekali
Jumlah skor maksimal = 16
Nilai = jumlah skor yang diperoleh x 100
Jumlah skor maksimal


IX. TINDAK LANJUT
Siswa diberi tugas untuk menemukan jenis dan isi surat undangan yang pernah didapatnya di rumah.
Semarang,
Dosen Pembimbing Simulator



........................................ ..............................
















LEMBAR KERJA
CONTOH I
































CONTOH II
Undangan
Kepada
Teman-Temanku Siswa Kelas V
di SD Mekarjati

Salam bahagia selalu,
Teman-teman, alangkah senangnya jika pada hari ulang tahunku yang ke-11 nanti, teman-teman dapat hadir memeriahkan acara tersebut. Acara tersebut diselenggarakan pada:
hari, tanggal : Minggu, 15 Mei 2008
waktu : pukul 10.00 – 12.00 WIB
Hadir ya, ke rumahku di Jalan Bintang No. 50, Bandung. Atas perhatian teman-teman, aku ucapkan terima kasih.
Salam,
Sahabatmu,
Anandita


Petunjuk
1. Perhatikan dua contoh surat undangan di atas! Jawablah pertanyaan di bawah ini!
a. Kepada siapakah surat undangan contoh I dan contoh II itu ditujukan?
b. Apakah isi surat undangan contoh I dan contoh II itu?
c. Siapakah pembuat surat undangan contoh I dan contoh II itu?
2. Perhatikan dua contoh surat undangan di atas! Tentukan mana yang disebut:
a. kepala undangan
b. tujuan surat undangan
c. salam pembuka
d. pembuka undangan
e. isi surat undangan (tempat, waktu, acara)
f. penutup undangan
g. salam penutup undangan
h. identitas pengundang
3. Dua surat undangan tersebut mempunyai perbedaan. Surat undangan contoh I adalah surat undangan resmi, sedangkan contoh II adalah surat undangan tidak resmi. Coba temukan kedua perbedaan surat undangan contoh I dan contoh II !

LEMBAR PERBAIKAN


Bandung, 9 Desember 2007
Ibunda di Medan

Assalamu’alaikum wr.wb
Bu, bagaimana kabarnya? Sehat-sehat, bukan? Saya di sini sehat-sehat saja.
Kemungkinan besar saya tidak jadi pulang ke Medan sebelum bulan puasa karena saya harus mengikuti ujian akhir selama satu minggu di Bandung. Mudah-mudahan sebelum Lebaran, kegiatan saya itu sudah selesai. Jadi, saya mohon Ibu tidak cemas jika saya tidak di Medan pada awal bulan puasa nanti. Oya, Bu, keluarga Paman Roni di Bandung baik-baik saja. Paman juga titip salam dan mendoakan Ibu agar sehat selalu.
Sampai di sini dulu, ya Bu. Doakan saya agar lancar dalam ujian.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Salam sayang,


Lazuardi Nasution


Jawablah pertanyaan berikut.
a. Tanggal berapakah surat itu ditulis?
b. Di manakah surat itu ditulis?
c. Siapakah yang menulis surat itu?
d. Kepada siapakah surat itu ditujukan?
e. Apa sajakah isi surat itu?

LEMBAR PENGAYAAN

Sebutkan bagian-bagian surat tidak resmi!
Bagian-bagian yang ada di dalam surat tidak resmi adalah sebagai berikut:
a. ………………
b. ………………
c. ………………
d. ………………
e. ………………
f. ………………
g. ………………
h. ………………

Tunjukan bagian-bagian surat tidak resmi pada surat berikut ini!

Medan, 4 Juli 2007 a

Rudi di Bandung b

Assalamu’alaikum wr.wb c
Apa kabar, Rud? Bagaimana sekarang? Kau sehat-sehat saja, ‘kan? Aku harap semua baik-baik saja dan kau tambah pintar di kota. Mengapa suratku yang dulu tidak kaubalas? Jangan sombong, ya! Mentang-mentang di kota, terus sombong. Tolong suratku ini segera dibalas lagi, biar tidak terkesan sombong lagi. Nanti kalau tidak dibalas lagi, kau tidak akan kukirimi surat lagi. Ha - ha - ha ....
Aku sekarang rajin berlatih sepak bola. Kau tahu, fisikku lumayan besar. Jadi, aku dimasukkan ke tim Bintang Sekolah. Latihannya berat juga. Tapi aku senang. Kau tahu, sekolahmu yang dulu berkali- kali menjadi juara tingkat kecamatan. Pokoknya menyenangkan dan menyehatkan. Nanti kalau ketemu, kau akan terkejut dengan tubuhku. Sekarang saja sudah tambah hitam, tetapi tambah kuat. Nanti jangan menantang adu lari lagi denganku!
Sekian dulu, ya! Kutunggu balasan suratmu. Jangan lupa, nanti kalau liburan main lagi ke tempatku. Selamat belajar. Sampai jumpa.
Wassalamu’alaikum wr.wb g

Dari teman lamamu,
h

Rama Kusuma

RPP 2

11.45 Edit This 0 Comments »
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

Mata Pelajaran :Bahasa Indonesia
Kelas / Semester :IV /1
Alokasi Waktu :2 X 35 Menit


I. Standar Kompetensi
Menulis
Menggunakan pikiran, perasaan dan informasi secara tertulis dalam bentuk percakapan, petunjuk, cerita dan surat.
II. Kompetensi Dasar
Menulis surat untuk teman sebaya tentang pengalaman atau cita-cita dengan bahasa yang baik dan benar dan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma, dll.)
III. Indikaor
• Menjelaskan bagian-bagian surat.
• Menulis surat untuk teman sebaya dengan bahasa yang baik dan ejaan yang benar.
IV. Tujuan Pembelajaran
• Melalui kerja kelompok siswa mampu menjelaskan bagian-bagian surat dengan benar.
• Melalui kerja kelompok dan penugasan siswa mampu menulis surat untuk teman sebaya dengan bahasa yang baik dan benar.
V. Materi Pokok
Surat
VI. Metode Pembelajaran
• Tanya jawab
• Kerja kelompok
• Penugasan
VII. Langkah – Langkah pembelajaran
1. Kegiatan Awal
• Doa
• Presensi
• Apersepsi : melakukan permainan tebak kata yang jawabannya adalah kata surat.
• Guru menginformasikan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan Inti
• Guru menjelaskan secara singkat jenis surat resmi dan surat tidak resmi.
• Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok dengan anggota kelompok 4 siswa.
• Giri membagikan lembar kerja tentang materi bagian-bagian surat.
• Tiap kelompok membacakan hasil kerjanya.
• Siswa memasang hasil kerja kelompok di pojok baca.
• Guru meminta setiap kelompok untuk membuat surat.
• Setiap kelompok membacakan surat yang telah dibuat.
• Siswa menempelkan hasil kerjanya di pojok baca.
3. Penutup
• Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal yang belum jelas.
• Guru dan siswa membuat kesimpulan.
VIII. Alat dan Sumber Belajar
• Buku bahasa indonesia untuk SD KELAS 1V
• LKS
IX. Penilaian
• Bentuk penilaian : penilaian hasil dan proses
• Jenis Tes : tes tertulis
Semarang,…../…..…./.….
Mengetahui,



Dosen pembimbing Simulator
NIP. NIM.
LEMBAR EVALUASI


Bandung, 9 Desember 2007
Ibunda di Medan

Assalamu’alaikum wr.wb
Bu, bagaimana kabarnya? Sehat-sehat, bukan? Saya di sini sehat-sehat saja.
Kemungkinan besar saya tidak jadi pulang ke Medan sebelum bulan puasa karena saya harus mengikuti ujian akhir selama satu minggu di Bandung. Mudah-mudahan sebelum Lebaran, kegiatan saya itu sudah selesai. Jadi, saya mohon Ibu tidak cemas jika saya tidak di Medan pada awal bulan puasa nanti. Oya, Bu, keluarga Paman Roni di Bandung baik-baik saja. Paman juga titip salam dan mendoakan Ibu agar sehat selalu.
Sampai di sini dulu, ya Bu. Doakan saya agar lancar dalam ujian.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Salam sayang,


Lazuardi Nasution



Jawablah pertanyaan berikut.
a. Tanggal berapakah surat itu ditulis?
b. Di manakah surat itu ditulis?
c. Siapakah yang menulis surat itu?
d. Kepada siapakah surat itu ditujukan?
e. Apa sajakah isi surat itu?

LEMBAR OBSERVASI

Lembar pengamatan saat siswa kerja kelompok
No Nama Aspek yang diamati Total skor
Keaktifan Keseriusan Ketepatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4










Keterangan :
1. Sangat baik
2. Baik
3. Cukup
4. Kurang


Total skor:
10-12 : A (sangat baik)
7-9 : B (baik)
4-6 : C (cukup)
1-3 : D (kurang)
Lembar Kerja Siswa

Sebutkan bagian-bagian surat tidak resmi!
Bagian-bagian yang ada di dalam surat tidak resmi adalah sebagai berikut:
a. ………………
b. ………………
c. ………………
d. ………………
e. ………………
f. ………………
g. ………………
h. ………………

Tunjukan bagian-bagian surat tidak resmi pada surat berikut ini!

Medan, 4 Juli 2007

Rudi di Bandung

Assalamu’alaikum wr.wb
Apa kabar, Rud? Bagaimana sekarang? Kau sehat-sehat saja, ‘kan? Aku harap semua baik-baik saja dan kau tambah pintar di kota. Mengapa suratku yang dulu tidak kaubalas? Jangan sombong, ya! Mentang-mentang di kota, terus sombong. Tolong suratku ini segera dibalas lagi, biar tidak terkesan sombong lagi. Nanti kalau tidak dibalas lagi, kau tidak akan kukirimi surat lagi. Ha - ha - ha ....
Aku sekarang rajin berlatih sepak bola. Kau tahu, fisikku lumayan besar. Jadi, aku dimasukkan ke tim Bintang Sekolah. Latihannya berat juga. Tapi aku senang. Kau tahu, sekolahmu yang dulu berkali- kali menjadi juara tingkat kecamatan. Pokoknya menyenangkan dan menyehatkan. Nanti kalau ketemu, kau akan terkejut dengan tubuhku. Sekarang saja sudah tambah hitam, tetapi tambah kuat. Nanti jangan menantang adu lari lagi denganku!
Sekian dulu, ya! Kutunggu balasan suratmu. Jangan lupa, nanti kalau liburan main lagi ke tempatku. Selamat belajar. Sampai jumpa.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Dari teman lamamu,


Rama Kusuma

RPP 1

11.43 Edit This 0 Comments »
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

Mata Pelajaran :Bahasa Indonesia
Kelas / Semester :VI /2
Alokasi Waktu :2 X 35 Menit


I. Standar Kompetensi
Membaca
7. Memahami teks dengan membaca intensif dan membaca teks drama.
II. Kompetensi Dasar
7.2 Mengidentifikasi berbagai unsur (tokoh, sifat, latar, tema, jalan cerita, dan amanat) dari teks drama anak
III. Indikator
7.1.1 Mampu mengidentifikasi tokoh dan watak tokoh dalam cerita
7.1.2 Mampu menemukan latar cerita
7.1.3 Dapat menemukan amanat dan isi
IV. Tujuan Pembelajaran
- Siswa dapat mengidentifikasi tokoh dan watak tokoh dalam cerita
- Siswa mampu menemukan latar cerita
- siswa dapat menemukan amanat dan isi dari sebuah cerita.
V. Materi Pokok
Mengidentifikasi unsur teks drama melalui kegiatan membaca
VI. Metode Pembelajaran
• Ceramah bervariasi
• Diskusi
• Tanya jawab
VI. Model Pembelajaran
• NHT (Numbered Heads Together)

VII. Materi Ajar
Menentukan Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan pemeran dalam sebuah cerita. Penokohan adalah gambaran sifat-sifat atau watak dari tokoh cerita.
Menentukan Latar Cerita
Latar cerita yaitu keterangan mengenai waktu, suasana, dan tempat. Latar waktu misalnya malam hari. Latar tempat misalnya rumah dan pedesaan.
Menentukan Tema Cerita
Untuk menentukan tema dari cerita, kita harus terlebih dahulu menentukan ide pokoknya. Ide pokok dapat dikembangkan oleh penulis, sehingga membentuk suatu cerita. Tema merupakan jiwa dari suatu cerita. Cerita berkembang dari suatu tema.
Menentukan Amanat Cerita
Amanat cerita adalah pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca cerita.

VIII. Langkah – Langkah pembelajaran
Pra Kegiatan
• Pengondisian kelas
• Daftar hadir
• Menyiapkan bahan ajar
• Do’a
1.Kegiatan Awal
• Apersepsi : Guru bercerita tentang pengalamannya meramaikan kegiatan bulan Agustus dalam sebuah pentas seni. Ketika itu Ibu guru memainkan sandiwara tentang ande- ande lumut bersama dengan teman- teman Ibu, Ibu guru berperan sebagai Klenting Kuning yang di culik oleh Yuyu Kangkang. Kemudian Guru bertanya pada siswa, “Nah, kira – kira Kegiatan ibu dan teman- teman dalam pentas seni itu dinamakan apa anak - anak ?”
• Motivasi : Kalau kalian ingin berpartisipasi dalam perayaan hari kemerdekaan seperti waktu muda ibu dulu sekarang kalian harus memahami apa saja yang harus ada dalam sebuah drama.
• Guru menginformasikan tujuan pembelajaran
2.Kegiatan Inti
• Guru menjelaskan tentang langkah langkah membaca intensif
• Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
• Guru memberikan nomor kepala kepada masing- masing kelompok,
- Nomor 1 = Tema / gagasan utama cerita
- Nomor 2 = Penokohan : gambaran tentang sifat atau watak tokoh
- Nomor 3 = Alur/plot : rangkaian atau jalannya suatu cerita
- Nomor 4 = Setting : tempat atau waktu terjadinya peristiwa
- Nomor 5 = Amanat : pesan yang disampaikan penulis kepada
• Guru membagikan teks bacaan kepada masing-masing kelompok
• Siswa mulai membaca teks bacaan
• Guru membimbing dan mengamati.
• Setelah selesai, guru memanggil nomor salah 1 nomor dari salah 1 kelompok untuk menjawab pertanyaan, dan siswa yang mendapat nomor sama disuruh berdiri untuk mengoreksi jawaban dan seterusnya sampai pertanyaan berhasil dijawab semuanya
• Guru memberikan reward kepada kelompok dengan nilai tertinggi
3. Penutup
• Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal yang belum jelas.
• Guru dan siswa membuat kesimpulan.
• Guru menarik kertas bacaan masing- masing kelompok kemudian siswa diminta untuk merangkum isi bacaan dengan kalimat mereka sendiri- sendiri

VIII. Alat dan Sumber Belajar
• Buku bahasa indonesia untuk SD KELAS VI
• LKS
IX. Penilaian
• Bentuk penilaian : kelompok dan individu
• Jenis Tes : tes tertulis (soal dalam LK)dan lisan (tanya jawab)
Lembar penilaian kelompok
No. Aspek Penilaian Bobot Nilai
1. Mengidentifikasi tokoh dan menjelaskan
a. semua(3)
b. sebagian besar (2)
c. sebagian kecil (1) 5
2. Menjelaskan watak tokoh dalam cerita
a. tepat (3)
b. kurang tepat (2)
c. tidak tepat (1)
3. Menemukan latar, tema, dan amanat
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1) 5
4. Menemukan tema dan amanat cerita
a. tepat (3)
b. kuang tepat (2)
c. tidak tepat (1) 5
5. Menjawab pertanyaan tentang isi cerita
a. Semua benar (3)
b. Sebagian besar benar (2)
c. Sebagian besar salah (1) 5
Keterangan
Skor maksimal 5 (3 X 5) = 75
Skor perolehan
Nilai Perolehan siswa = X 100
Skor maksimum

Lembar Pengamatan individu Siswa

No Nama Aspek yang dimati Jumlah Nilai
Keaktifan Keseriusan Ketepatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
2
dst

Keterangan :
4 = Baik sekali 2 = Cukup Nilai = jumlah skor X 5
3 = Baik 1= Kurang 6
Lembar Kerja Siswa
Anak- anak ini adalah teks drama, tolong kalian baca kemudian pertanyaanya dijawab !

Cermin Penunjuk Sifat Buruk
Suasana di kamar seorang ratu sebuah kerajaan. Di kamar tersebut, banyak sekali cermin besar terpasang di dindingnya. Matahari baru saja terbit dan sinarnya masuk ke kamar mem bangunkan sang Ratu dari tidurnya. Ia segera bangun dan menghampiri salah satu cermin yang terpasang di dinding kamarnya. Sang Ratu tersenyum melihat bayangannya sendiri. Ia lalu duduk di atas tempat tidurnya. Ia mengambil sebuah cermin kecil bergagang yang tergeletak di atas sebuah meja. Ia memandangi bayangan dirinya sambil tersenyum. Tanpa sengaja sang Ratu menjatuhkan cermin yang dipegangnya, dan cermin itu pecah. Sang Ratu kaget dan marah.
Ratu : "Pengawal… cepat ke sini!" (Dua orang pengawal datang tergopoh).
Pengawal 1 : "A-ada apa, Ratu?”
Ratu : (menunjuk ke bawah) "Kau lihat, satu cermin milikku pecah, kalian
harus segera mencari penggantinya!"
Pengawal 2 : (kebingungan) "Ke mana kami harus mencari nya, Ratu?"
Ratu : "Aku tak mau tahu! Cepat kalian cari lagi cermin untuk ku!"
Kedua pengawal itu lalu segera pergi ke pasar kota. Suasana pasar kota ramai. Kedua pengawal berjalan menuju toko tempat sang Ratu biasa membeli cermin. Di sana mereka segera menghampiri seorang bapak tua yang juga pemilik toko.
Pengawal 1 : "Kami sedang mencari sebuah cermin untuk sang Ratu. Dapatkah
kau membantuku?"
Pemilik took : "Sebuah cermin? Bukankah sang Ratu telah me miliki banyak cermin?"
Pengawal 2 : "Tapi sekarang, sebuah cermin nya pecah dan sang Ratu ingin
mendapatkan penggantinya."
Pemilik toko : "Oh maaf, Tuan! Sejak dibeli oleh Ratu, cermin di sini sudah habis."
Pengawal 1 : "Jadi, di mana lagi kami bisa menemukan toko yang menjual cermin?"
Pemilik toko : (kebingungan) "Entahlah, aku pun sedang kesusahan mencari persediaan cermin untuk dijual.”
Kedua pengawal itu lalu keluar dari toko cermin. Wajah mereka penuh kebingungan.
Ketika sedang berjalan, mereka tanpa sengaja melihat seorang pemuda yang sedang
duduk di bawah pohon. Di dekatnya, bersandar sebuah cermin dengan bingkai kotak
dari kayu. Kedua pengawal menghampiri pemuda itu.
Pengawal 2 : "Apakah cermin itu akan kau jual?"
Pemuda : (menoleh ke cermin di sampingnya) "Benar Tuan, tapi sejak tadi tak
juga ada orang yang mau membeli."
Pengawal 1 : (tersenyum) "Kau mujur, sang Ratu akan membeli cerminmu."
Pemuda : (kaget) "Tapi, tuan cermin itu bukan cermin biasa. Aku takut sang
Ratu tidak menyukainya."
Pengawal 1 : ( b e r k a t a s a m b i l membentak) "Cermin, ya, tetap cermin. Apa
bedanya?"
Pengawal 2 : "Sudahlah, kau ikut kami saja ke istana."
Si pemuda lalu berjalan menuju istana. Setibanya di istana, kedua pengawal tersebut segera mengantarkan si pemuda ke hadapan Ratu.
Ratu : "Apakah cermin itu milikmu?"
Pemuda : (berkata dengan takuttakut) "Benar Ratu, tapi hamba ragu kalau Ratu menyukai cermin ini."
Sang Ratu menghampiri cermin milik pemuda tersebut. Ia segera berkaca. Tapi tiba-tiba, mukanya berubah pucat pasi.
Ratu : "Hah…"
Pemuda : (berkata sambil menunduk) "Maaf Ratu, cermin itu memang bukan cermin biasa. Cermin itu dapat menunjukkan sisi buruk seseorang."
Ratu : (memandang ke arah pemuda) "Lalu, apa maksudnya cermin itu menunjukkan ada banyak ulat di wajahku?"
Pemuda : "Ulat itu adalah lambang dari keserakahan Ratu."
Ratu : (marah) "Kau ingin bilang kalau aku serakah?"
Pemuda : "Hamba hanya mengingatkan. Selama ini, Ratu sering membeli
barang berlebih walaupun se benarnya tidak begitu penting."
Ratu : "Aku memang mempunyai banyak cermin. Apakah itu serakah?"
Pemuda : "Hamba tahu, tanpa cermin pun Ratu tetap terlihat cantik. Tapi, jangan sampai itu membuat Ratu lupa akan rakyat yang Ratu pimpin."
Ratu : (terdiam sejenak mendengar jawaban pemuda. Ia tersenyum) "Kau benar anak muda. Aku memang telah me lupakan tanggung jawabku kepada rakyat. Apakah aku harus membuang semua cermin milikku?"
Pemuda : "Lebih baik diberikan kepada rakyat saja. Agar setiap kali mereka bercermin, mereka akan selalu teringat pada Ratu mereka yang bijaksana."
Ratu mengangguk-angguk. Ia bahagia mendengar jawaban pemuda tersebut.
Ratu : "Lalu, bolehkah aku meminta cermin milikmu ini?"
Pemuda : "Untuk apa? Bukankah cermin ini dapat membuat Ratu takut?"
Ratu : "Dengan cermin ini, aku berharap dapat memperbaiki sisi buruk yang ada dalam hatiku."
Pemuda itu tersenyum dan memberikan cerminnya pada sang Ratu. Sejak saat
itu, tak ada lagi seribu cermin yang menghias istana sang Ratu. Hanya ada satu
cermin yang tersisa di istana, yaitu cermin penunjuk sifat buruk.

Naskah drama ini adalah hasil pengubahan dari cerpen
"Cermin Penunjuk Sifat Buruk"
Sumber: Bobo, 22 Februari 2007

ABK

10.09 Edit This 2 Comments »
Pengelompokkan anak berkebutuhan khusus hanya diperlukan untuk kebutuhan penanganan anak secara klasikal, sedangkan untuk kepentingan yang bersifat sosial anak berkebutuhan khusus tidak perlu dikelompokkan. Anak berkebuthan khusus dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kelainan Mental terdiri dari:
Mental Tinggi
Mental rendah
Kesulitan belajar
2. Kelainan Fisik meliputi:
• Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
• Kelainan indera Penglihatan (Tunanetra)
• Kelaianan Indera Pendengaran (Tunarungu)
• Kelainan Wicara
3. Kelainan Emosi meliputi:
Gangguan Perilaku
Gangguan Konsentrasi (ADD)
Anak Hiperaktive (ADHD)
Ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap penyebab anak berkebutuhan khusus adapun faktor tersebut dapat dikelompokkan berikut:
Faktor heriditer
Faktor infeksi
Faktor keracunan
Kekurangan gizi
Sedangkan anak berkebutuhan khusus bila ditinjau dari waktu terjadinya kelainan dapat dikelompokkan:
Pre-natal
Peri-natal
Pasca-natal
Kelainan yang diderita anak dapat menimbulkan berbagai dampak, baik terhadap keluarga maupun anak itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan adanya anak berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi:
Dampak fisiologis
Dampak psikologis, dan
Dampak sosiologis.
Keberadaan anak berkebutuhan khusus di masyarakat masih belum sepenuhnya dapat diterima, sehingga banyak hal yang menyangkut hak anak-anak berkebutuhan khusus belum dapat diporoleh, atau dengan kata lain masih terjadi deskriminasi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus baik dalam bidang sosial, hukum maupun pendidikan. Banyak usaha telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah dan gerakan masyarakat internasional yang peduli terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang melahirkan berbagai kesepakatan dan perangkat hukum perundangan yang mengikat. Adapun perjanjian dan kesepakatan serta hukum perundangan yang menaungi anak berkebutuhan khusus dapat dikemukakan sebagai berikut:
UUD 1945 (Amandemen)
UU No. 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat
Deklarasi Bandung tahun 2004 ”Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”.
Deklarasi Salamanca
Dsb.
Dari berbagai peraturan perundangan dan kesepakatan yang ada tersebut telah mencakup hampir semua hak anak-anak berkebutuhan khusus, hanya yang menjadi permasalahan adalah pelanggaran terhadap hak-hak anak yang belum ada sanksinya.
Layanan pada kakikatnya merupakan bentuk jasa yang diberikan oleh seseorang, institusi atau perusahaan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Dalam konteks anak berkebutuhan khusus, layanan diberikan kepada anak-anak yang mengalami kelainan, baik dari segi fisik, mental-intelektual, dan sosial-emosional sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang diberikan.
Selama ini pemerintah maupun swasta telah banyak memberiakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Selain itu dukungan fasilitas dan ketenagaan (SDM) yang tidak sedikit dalam upaya pembinaan dan pelayanan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus selama ini.
Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu:
Bentuk Layanan Pendidikan Segregrasi
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
1) Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan.
2) Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama.
3) Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
4) Sekolah Dasar Luar Biasa
SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru untuk anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa, guru agama, dan guru olahraga.
b) Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum.
Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah:
Bentuk Kelas Biasa
Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa.
Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal.
Bentuk Kelas Khusus
Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.
Pendidikan inklusif merupakan suatu sistem layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Hal ini berkenaan dengan adanya hak setiap anak untu memperoleh pendidikan yang baik. Pendidikan

inklusi mempercayai bahwa semua anak berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan usia atau perkembangannya, tanpa memandang derajat, kondisi ekonomi, ataupun kelainannya. Penting bagi guru untuk disadari, bahwa di sekolah mereka dapat membuat penyesuaian pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, manakala mereka memiliki pandangan pendidikan yang komprehensif , yang terpusat pada anak. Meskipun mungkin masih memerlukan pelatihan tentang metode atau strategi khusus yang akan diterapkan di sekolah.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi juga harus menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, yang memungkinkan semua siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan. Berbagai metode, atau strategi belajar sangat mungkin dikembangkan pada sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, untuk menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan fleksibel. Adanya penghargaan terhadap diri anak, memotivasi dan menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menggunakan kata-kata atau nada suara yang baik
Kurikulum, dapat menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dikembangkan sekolah sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk anak-anak normal penuh, modifikasi, atau secara khusus dikembangkan program pembelajaran individual (PPI) bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah juga harus mempersiapkan guru pendamping khusus, yang bisa didatangkan dari sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (SLB) sebagai sekolah basis, ataupun guru di sekolah umum yang telah memperoleh pelatihan khusus sebagai guru pendamping untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum penyelenggara pendidikan inklusif.
Klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan fisik mencakup anak-anak yang mengalami kelainan penglihatan (tunanetra), kelainan fungsi pendengaran (tunarungu), dan anak-anak yang mengalami kelainan tubuh (tunadaksa). Derajat kelainan masing-masing jenis ketunaan tersebut sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Secara umum anak tunanetra diklasifikasan menjadi (1) Low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m, dan (2) The blind, tunanetra berat, yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang, serta (3) sangat berat, yang memilki ketajaman penglihatan dengan visus 0. Secara pedagogis, tunanetra dapat diklasifikasikan menjadi kategori sedang (moderate visual disability), taraf berat (severe visual disability), dan kategori ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability).
Untuk anak tunarungu secara umum diklafikasikan menjadi dua, yaitu kurang dengar (hard of hearing) dan tuli (the deaf). Sedang secara lebih rinci tunarungu dapat diklasifikasikan menjadi (1) tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25– 45 dB, (2)
tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46 – 70 dB, (3) tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71 – 90 dB, dan (4) Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB ke atas
Demikian pula untuk anak tunadaksa yang dapat diklasifikasikan menjadi (1) Cerebral palsy (CP) dalam taraf ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat menolong dirinya sendiri. Taraf sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus diri sendiri. Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan menolong diri sendiri. (2) Berdasarkan letaknya, mencakup spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya. Dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid). Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan cara berjalannya gontai. Campuran, yang mengalami kelainan ganda, dan (3) Polio, dengan tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki; tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang menyebabkan adanya gangguan pernapasan; tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair; dan encephalitis, yang umumnya ditandai dengan adanya demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.
Klafifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan mental intelektual dan emosional mencakup anak-anak yang mengalami kelainan keterbelakangan mental (tunagrahita), dan anak-anak yang mengalami kelainan perilaku sosial (tunalaras). Derajat kelainan masing-masing jenis ketunaan tersebut juga sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Secara umum anak tunagrahita diklasifikasan menjadi (1) tunagrahita ringan; dengan tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil, (2) tunagrahita sedang; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30-50; mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf); mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat; dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja di tempat kerja terlindung (sheltered work-shop), dan (3) tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Ada yang masih mampu dilatih mengurus sendiri dan berkomunikasi secara sederhana dalam batas tertentu, mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang dari 30.
Sedang anak-anak yang mengalami kelainan perilaku sosial-emosional (tunalaras) dapat diklasifikasikan menjadi; (1) berdasarkan perilakunya, mencakup (a) beresiko tinggi; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya, (b) beresiko rendah; autism, kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya, (c) kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya, dan (d) agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah; (2) berdasarkan kepribadian, mencakup kekacauan perilaku, menarik diri (withdrawll), ketidakmatangan (immaturity), dan agresi social
Anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami berkelainan akademik dalam konteks ini mencakup anak-anak berbakat dan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar khusus. Derajat kelainan masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus tersebut juga sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Secara umum anak berbakat diklasifikasan berdasarkan standar Stanford Binet, yaitu meliputi, (1) kategori rata-rata tinggi , dengan tingkat kapasitas intentelektual (IQ): 110-119, (2) kategori superior, dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) :120-139, dan (3) kategori sangat superior, dengan tingkat intelektual (IQ) :140-169
Untuk anak berkesulitan belajar spesifik, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi; (1) Kesulitan Berlajar Perkembangan. Pengelompokkan kesulitan belajar pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) adalah kesulitan belajar perkembangan, hal ini dikarenakan anak balita belum belajar secara akademis, tetapi belajar dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti kematangan persepsi visual-auditory, wicara, daya deferensiasi, kemampuan sensory-motor dsb., dan (2) Kesulitan Belajar Akademik, Anak-anak usia sekolah yaitu usia di atas 6 tahun masuk dalam kelompok kesulitan belajar akademik, disebabkan karena kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang akademik di sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik seperti berhitung/matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (disphasia), kesulitan/tidak terampil (dispraksia), dsb.
Selain klasifikasi yang telah disebutkan tersebut, sebenarnya masih banyak klasifikasi lain berdasarkan konsep dan kepentingannya masing-masing. Termasuk di dalamnya adalah klasifikasi untuk anak berkesulitan belajar khusus, berdasarkan gangguan atau jenis kesulitan yang dialami.
Anak-anak berkelainan fisik terdiri dari tunanetra, tunarungu dan tunadaksa, adapun karakteristik kelainan fisik meliputi:
1. Tunanetra
Fisik, adanya kelainan pada indera penglihatan
Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya.
Motorik, kurang dapat melakukan mobilitas secara umum
Sosial-emosional, mudah tersinggung dan bersifat verbalism yaitu dapat bicara tetapi tidak tahu nyatanya.

2. Tunarungu
Fisik, kesan lahiriah tidak menampakan adanya kelainan pada anak
Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan keadaan anak-anak normal pada umumnya.
Motorik, sering anak tunarungu kurang memiliki keseimbangan motorik dengan baik.
Sosial-emosional, sering memperlihatkan rasa curiga yang berlebihan, mudah tersinggung.

3. Tunadaksa
Fisik, jelas menampakkan adanya kelainan baik fisik, maupun motorik.
Kemampuan akademik, untuk tunadaksa ringan tidak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Sedangkan untuk tunadaksa berat terutama bagai anak yang mengalami gangguan neuro-muscular sering disertai dengan keterbelakangan mental.
Motorik, banyak tunadaksa yang mengalami gangguan motorik baik motorik kasar maupun motorik halus.
Sosial-emosional, anak tunadaksa memiliki kecenderungan rasa rendah diri (minder) dalam pergaulan dengan orang lain.
Tunagrahita adalah seseorang yang memiliki kapasitas intelektual (IQ) di bawah 70 yang disertai dengan ketidak mampuan dalam penyesiuaian diri dengan lingkungan sehingga memiliki berbagai permasalahan sosial, untuk itu diperlukan layanan dan perlakuan pendidikan khusus. Tunagrahita dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu sehingga terdapat berbagai istilah kalsifikasi dan karakteristiknya, menurut psikologi tunagrahita dibagi menjadi mild, moderate, severe, dan profound. Sedang kedokteran membagi menjadi debil, imbesil dan idiot, serta dalam pendidikan dapat di kelompokkan menjadi mampu didik, mampu latih dan perlu rawat. Karakteristik berdasar klasifikasi klinik atau adanya ciri fisik yang khas meliputi Down’s syndrome, kritin, macro cephalus (hidro cephalus), dan microcephalus. Pada dasarnya anak tunagrahita memiliki karakteristik yang relatif homogin berdasar klasifikasinya. Adapun karakteristik tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Tingkat ringan, memiliki kemampuan paling tinggi setraf dengan anak kelas 5 SD, mampu di ajar memca, menulis dan berhitung sederhana. Dalam sosialisasi masih mampu mnyesuaikan diri dengan lingkungan sosial secara terbatas.

2. Tingkat sedang, memiliki kemampuan akademik maksimal setaraf dengan anak kelas 2 SD, biasanya sering disertai gangguan motorik dan komunikasi sehingga sangat sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, aktifitas sosialnya hanya sebatas untuk memelihara diri sendiri.

3. Tingkat berat, anak ini tidak mampu dididik maupun dilatih, kemampuannya paling tinggi setaraf anak pra-sekolah, sepanjang hidupnya anak ini bergantung pada orang lain.

Karakteristik anak tunalaras secara umum menunjukkan adanya gangguan perilaku, seperti suka menyerang (agresive), gagngguan perhatian dan hiperaktive. Secara akademik anak tunalaras sering ditemui tidak naik kelas hal ini dikarenakan gangguan perilakunya bukan karena kapasitasv intelektualnya. Karakteristik emosi-sosial anak tunalaras suka melanggar norma baik yang berlaku di institusi seperti sekolah maupun masyarakat sehingga anak ini sering disebut dengan anak maladjusted. Tunalaras sering menunjukkan kepribadian yang tidak matang (immature) dan menunjukkan adanya kecemasan (anxietas).
Berbakat merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya anak berkelainan mental tinggi yaitu di atas rata-rata anak normal. Adapun karakteristik atau ciri yang menonjol pada anak berbakat meliputi:
1. Karakteristik Intelektual, cepat dalam belajar, rasa ingin tahunya tinggi, daya konsentrasinya cukup lama, memiliki daya kompetetif tinggi.
2. Karakteristik Sosial-emosional, mudah bergaul atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, memiliki sifat kepemimpinan (leadership) terhadap teman sebayanya, bersifat jujur, dan memiliki tenggangg rasa serta mampu mengontrol emosi.
3. Karakteristik Fisik-kesehatan, berpenampilan menarik, memiliki daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit, dapat memelihara penampilan fisik yang bersih dan rapi.
Berkesulitan belajar merupakan istilah generik, sehingga mengandung berbagai bentuk kesulitan di segala bidang. Kesulitan belajar spesifik dikenal dengan istilah disfungsi minimal otak (DMO) oleh dunia kedokteran. Berkesulitan belajar spesifik pada dasarnya dapat dipaham dengan 4 demensi yaitu:
Kesenjangan antara kapasitas intelektual dan prestasi belajar
Adanya disfungsi minimal otak
Adanya gangguan pada proses psikologi dasar
Adanya kesulitan pada pencapaian prestasi belajar akademik
Kesulitan belajar dapat dibagi menjadi kesulitan belajar perkembangan bagi anak pra-sekolah dan kesulitan belajar akademik bagi anak usia sekolah. Sedangkan karakteristik spesifik dapat ditunjukkan sesuai dengan sebutan atau gejala yang muncul yaitu: disleksia, disgraphia, dispraksia, diskalkulia, disphasia, body awarness, Dsb. Anak berkesulitan belajar spesifik memiliki karakteristik yang unik setiap anak memiliki karakteristik yang ber beda-beda (heterogen) sehingga untuk penangananya setiap anak akan berbeda sesuai dengan hasil diagnosisnya. Untuk itu penanganan anak tidak ada di sekolah khusus tetapi di sekolah umum dengan kelas remidial.
Prinsip dasar layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut (a) Keseluruhan anak (all the children), (b) kenyataan (reality), (c) program yang dinamis (a dynamic program) , (d) kesempatan yang sama (equality of opportunity), (e) kerjasama (cooperative), (f) kasih sayang , (g) keperagaan, (h) keterpaduan dan keserasian antar ranah, (i) pengembangan minat dan bakat, (j) kemampuan anak, (k) model, (l) pembiasaan, (m) latihan, (n) pengulangan, (o) penguatan
Selain prinsip tersebut di atas ada juga prinsip lain yang perlu diperhatikan guru adalah (a) prinsip totalitas, (b) prinsip keperagaan, (c) prinsip berkesinambungan, (d) prinsip aktivitas, dan (e) prinsip individual.
Secara umum, pendekatan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ada dua, yaitu (1) pendekatan kelompok/klasikal, dan (2) pendekatan individual. Pendekatan kelompok, memilki kelebihan dalam hal pelaksanaan dari segi waktu, tenaga, dan biaya. Sedangkan pendekatan individual, pencapaian kompetensi yang diharapkan tentu akan lebih baik dan lebih efektif, sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing anak. Selain itu, jika berorientasi ke pencapaian hasil belajar anak, ada dua pendekatan yang digunakan dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus, yaitu pendekatan remidial dan pendekatan akseleratif. Pendekatan remidial bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam upaya mencapai kompetensi yang ditentukan dengan lebih menekankan pada hambatan atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan khusus. Pendekatan remidial didasarkan pada bagian-bagian sub kompetensi yang belum dicapai oleh anak.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bergantung pada kelainan yang dialami anak. Anak tunanetra layanan pendidikan meliputi (1) penguasaan braille, (2) latihan orientasi dan mobilitas, (3) penggunaan alat bantu dalam pembelajaran berhitung dan matematika, meliputi cubaritma, papan taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan beberapa konsep matematika braille, (4) pembelajaran pendidikan jasmani bagai anak tunanetra, dan (5) pembelajaran IPA. Anak tunarungu, layanan pendidikanadalah terletak pada pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Anak tunadaksa layanan pendidikan utama terletak pada bina gerak. Untuk memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannnya.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan indivudual dan pendekatan remidiatif. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai dengan kemampuannnya. Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan senso motorik, terapi bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunalaras adalah pendekatan bimbingan dan konseling serta terapi. Pendekatan terapi yang sering digunakan untuk layanan pendidikan anak tunalaras adalah (1) insight-oriented therapies; (2) play therapy; (3) group therapy; (4) behavior therapi; (5) marital and family therapy; dan (6) drug therapy.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berbakat di sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penjaringan (screening) dan tahap seleksi (identifikasi) setelah teridentifikasi keberbakatan anak, langkah selanjutnya adalah menentukan layanan pendidikan bagi mereka. Ada berbagai macam layanan pendidikan bagai anak berbakat, yaitu layanan akselerasi, layanan kelas khusus, layanan kelas unggulan, dan layanan bimbingan sosial dan kepribadian.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar spesifik ada tiga macam, yaitu layanan remidiasi, layanan kompensasi dan layanan prevensi.
Fasilitas pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus bergantung pada karakteristik masing-masing anak. Fasilitas pendidikan bagi anak tunanetra adalah braille dan peralatan orientasi mobilitas, serta media pelajaran yang menungkinkan anak untuk memanfaatan fungsi perabaan dengan optimal. Fasilitas pendidikan bagi anak tunarungu meliputi audiometer, hearing aids, telephone-typewriter, mikro komputer, audiovisual, tape recorde, spatel, cermin. Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita adalah latihan sensomotorik dan pembentukan motorik halus. Fasilitas pendukung pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan dengan aksesibilitas gedung dan ruangan dan fasilitas fisioterapi, terapi bermain, dan terapi okupasi. Selain itu, bagi anak tunadaksa adalah fasilitas mobilisasi meliputi kruk, splint, brace, dan kursi roda. Fasilitas pendukung pendidikan bagi anak tunalaras lebih berkaitan dengan fasilitas terapi bermain, terapi okupasi, dan fisioterapi.
Langkah awal yang dilakukan dalam menemukan dan menentukan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar adalah melalui identifikasi. Secara umum, identifikasi adalah upaya menemukenali anak-anak yang diduga mengalami kelainan, atau berkebutuhan khusus. Kegiatan ini sangat penting dilakukan oleh guru, untuk dapat mememukan dan memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.
Identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya melalui observasi yang dilakukan secara seksama dan sistematis, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk melengkapi data atau informasi yang diperoleh melalui observasi tersebut, perlu dilakukan pula wawancara dengan orangtua, keluarga, teman sepermainan, ataupun dengan fihak-fihak lain yang dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan seorang anak. Selain itu identifikasi juga dapat dilakukan melalui teknik tes yang berupa serangkaian tugas yang harus dikerjakan anak, baik yang sederhana buatan guru sendiri ataupun tes psikologi yang telah distandarkan. Tes buatan guru sendiri dapat dirancang berdasarkan usia anak, sedangkan tes psikologi merupakan bentuk tes yang sudah dibakukan.
Sebagai pendalaman materi ini, latihan-latihan dan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk anak berkebutuhan khusus sangat dianjurkan. Melalui aktivitas ini didukung dengan pencermatan karakteristik anak-anak berkebutuhan khusus, maka seorang guru tidak akan mengalami kesulitan dalam menemukenali anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar.
Asesmen merupakan aktivitas yang amat penting dalam proses pembelajaran di sekolah, untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif dan komprehentif terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Pada intinya asesmen berorientasi pada upaya pengumpulan informasi secara sistematis dalam upaya perencanaan dan implementasi pembelajaran siswa di sekolah.
Tujuan daripada pelaksanaan asesmen dalam konteks pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus diantaranya adalah untuk (1) penseleksian anak-anak yang berkebutuhan khusus, (2) penempatan siswa berkebutuhan khusus, sesuai dengan kemampuannya, (3) perencanaan program dan strategi pembelajaran, dan (4) mengevaluasi serta memantau perkembangan belajar siswa. Pelaksanaan asesmen tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu merumuskan tujuannya dengan memperhatikan tahapan ruang lingkup materinya. Langkah selanjutnya adalah merumuskan prosedurnya, yang dapat dilakukan melalui tes formal maupun informal untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Dari hasil informasi yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dan dianalisis guna menentukan tujuan pembelajaran, dan strateginya dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Sebagai tindak lanjutnya adalah implementasi kegiatan pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam upaya pelaksanaan asesmen untuk anak-anak berkebutuhan khusus antara lain melalui observasi, tes formal dan informal, dan wawancara, dengan didukung beberapa instrumen seperti checklist ataupun skala penilaian.
Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang unik, dengan berbagai ragam permasalahan belajar yang dihadapi di sekolah. Untuk mengobtimalkan potensinya, maka perlu dirancang program khusus yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan masing-masing individu, yang mungkin selama ini masih mengikuti program umum di sekolahnya.
Program pembelajaran individual (PPI) merupakan salah satu program yang disusun sesuai dengan kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka pendek atau jangka panjang Langkah awal untuk mengembangkan program pembelajaran individu adalah dengan melakukan identifikasi dan asesmen untuk mengetahui kompetensi dan bidang kesulitan yang dialami oleh seorang anak. Informasi tersebut sangat diperlukan, terutama untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai. Untuk mengembangkan program ini, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, yaitu; (1) mendeskripsikan kompetensi siswa secara rinci pada saat sekarang dalam berbagai bidang pelajaran; (2) merumuskan tujuan, baik jangka panjang (tahunan) ataupun tujuan jangka pendek, secara khusus dalam kegiatan pembelajaran; (3) menentukan teknik dan alat evaluasi untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai; (4) mengembangkan ranah kurikulum yang akan dibuat atau diprogramkan, serta (5) menetapkan strategi pembelajaran, sesuai dengan penekanan pada ranah kurikulumnya.
Pelaksanaan program dilakukan dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan tim, dan mempersiapkan materi dan lembar kegiatan, fasilitas dan sumber, serta kalender akademik yang akan digunakan. Selama pelaksanaan, kegiatan harus selalu dipantau dan dievaluasi untuk melihat perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai siswa.

Contekan ABK

10.08 Edit This 0 Comments »

Pengelompokkan anak berkebutuhan khusus hanya diperlukan untuk kebutuhan penanganan anak secara klasikal, sedangkan untuk kepentingan yang bersifat sosial anak berkebutuhan khusus tidak perlu dikelompokkan. Anak berkebuthan khusus dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kelainan Mental terdiri dari:
                        Mental Tinggi
                        Mental rendah
Kesulitan belajar
2. Kelainan Fisik meliputi:
• Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
• Kelainan indera Penglihatan (Tunanetra)
• Kelaianan Indera Pendengaran (Tunarungu)
• Kelainan Wicara
3. Kelainan Emosi meliputi:
                        Gangguan Perilaku
                        Gangguan Konsentrasi (ADD)
                        Anak Hiperaktive (ADHD)
Ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap penyebab anak berkebutuhan khusus adapun faktor tersebut dapat dikelompokkan berikut:
                        Faktor heriditer
                        Faktor infeksi
                        Faktor keracunan
                        Kekurangan gizi
Sedangkan anak berkebutuhan khusus bila ditinjau dari waktu terjadinya kelainan dapat dikelompokkan:
                        Pre-natal
                        Peri-natal
                        Pasca-natal
Kelainan yang diderita anak dapat menimbulkan berbagai dampak, baik terhadap keluarga maupun anak itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan adanya anak berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi:
                        Dampak fisiologis
                        Dampak psikologis, dan
                        Dampak sosiologis.
Keberadaan anak berkebutuhan khusus di masyarakat masih belum sepenuhnya dapat diterima, sehingga banyak hal yang menyangkut hak anak-anak berkebutuhan khusus belum dapat diporoleh, atau dengan kata lain masih terjadi deskriminasi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus baik dalam bidang sosial, hukum maupun pendidikan. Banyak usaha telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah dan gerakan masyarakat internasional yang peduli terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang melahirkan berbagai kesepakatan dan perangkat hukum perundangan yang mengikat. Adapun perjanjian dan kesepakatan serta hukum perundangan yang menaungi anak berkebutuhan khusus dapat dikemukakan sebagai berikut:
                        UUD 1945 (Amandemen)
                        UU No. 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional
                        UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
                        UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
                        Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat
                        Deklarasi Bandung tahun 2004 ”Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”.
                        Deklarasi Salamanca
                        Dsb.
Dari berbagai peraturan perundangan dan kesepakatan yang ada tersebut telah mencakup hampir semua hak anak-anak berkebutuhan khusus, hanya yang menjadi permasalahan adalah pelanggaran terhadap hak-hak anak yang belum ada sanksinya.
Layanan pada kakikatnya merupakan bentuk jasa yang diberikan oleh seseorang, institusi atau perusahaan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Dalam konteks anak berkebutuhan khusus, layanan diberikan kepada anak-anak yang mengalami kelainan, baik dari segi fisik, mental-intelektual, dan sosial-emosional sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang diberikan.
Selama ini pemerintah maupun swasta telah banyak memberiakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Selain itu dukungan fasilitas dan ketenagaan (SDM) yang tidak sedikit dalam upaya pembinaan dan pelayanan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus selama ini.
Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu:
                        Bentuk Layanan Pendidikan Segregrasi
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
1) Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan.
2) Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama.
3) Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
4) Sekolah Dasar Luar Biasa
SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru untuk anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa, guru agama, dan guru olahraga.
b) Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum.
Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah:
                        Bentuk Kelas Biasa
Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa.
Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal.
Bentuk Kelas Khusus
Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.
Pendidikan inklusif merupakan suatu sistem layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Hal ini berkenaan dengan adanya hak setiap anak untu memperoleh pendidikan yang baik. Pendidikan

inklusi mempercayai bahwa semua anak berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan usia atau perkembangannya, tanpa memandang derajat, kondisi ekonomi, ataupun kelainannya. Penting bagi guru untuk disadari, bahwa di sekolah mereka dapat membuat penyesuaian pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, manakala mereka memiliki pandangan pendidikan yang komprehensif , yang terpusat pada anak. Meskipun mungkin masih memerlukan pelatihan tentang metode atau strategi khusus yang akan diterapkan di sekolah.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi juga harus menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, yang memungkinkan semua siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan. Berbagai metode, atau strategi belajar sangat mungkin dikembangkan pada sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, untuk menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan fleksibel. Adanya penghargaan terhadap diri anak, memotivasi dan menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menggunakan kata-kata atau nada suara yang baik
Kurikulum, dapat menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dikembangkan sekolah sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk anak-anak normal penuh, modifikasi, atau secara khusus dikembangkan program pembelajaran individual (PPI) bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah juga harus mempersiapkan guru pendamping khusus, yang bisa didatangkan dari sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (SLB) sebagai sekolah basis, ataupun guru di sekolah umum yang telah memperoleh pelatihan khusus sebagai guru pendamping untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum penyelenggara pendidikan inklusif.
Klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan fisik mencakup anak-anak yang mengalami kelainan penglihatan (tunanetra), kelainan fungsi pendengaran (tunarungu), dan anak-anak yang mengalami kelainan tubuh (tunadaksa). Derajat kelainan masing-masing jenis ketunaan tersebut sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Secara umum anak tunanetra diklasifikasan menjadi (1) Low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m, dan (2) The blind, tunanetra berat, yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang, serta (3) sangat berat, yang memilki ketajaman penglihatan dengan visus 0. Secara pedagogis, tunanetra dapat diklasifikasikan menjadi kategori sedang (moderate visual disability), taraf berat (severe visual disability), dan kategori ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability).
Untuk anak tunarungu secara umum diklafikasikan menjadi dua, yaitu kurang dengar (hard of hearing) dan tuli (the deaf). Sedang secara lebih rinci tunarungu dapat diklasifikasikan menjadi (1) tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25– 45 dB, (2)
tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46 – 70 dB, (3) tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71 – 90 dB, dan (4) Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB ke atas
Demikian pula untuk anak tunadaksa yang dapat diklasifikasikan menjadi (1) Cerebral palsy (CP) dalam taraf ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat menolong dirinya sendiri. Taraf sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus diri sendiri. Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan menolong diri sendiri. (2) Berdasarkan letaknya, mencakup spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya. Dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid). Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan cara berjalannya gontai. Campuran, yang mengalami kelainan ganda, dan (3) Polio, dengan tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki; tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang menyebabkan adanya gangguan pernapasan; tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair; dan encephalitis, yang umumnya ditandai dengan adanya demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.
Klafifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan mental intelektual dan emosional mencakup anak-anak yang mengalami kelainan keterbelakangan mental (tunagrahita), dan anak-anak yang mengalami kelainan perilaku sosial (tunalaras). Derajat kelainan masing-masing jenis ketunaan tersebut juga sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Secara umum anak tunagrahita diklasifikasan menjadi (1) tunagrahita ringan; dengan tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil, (2) tunagrahita sedang; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30-50; mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf); mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat; dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja di tempat kerja terlindung (sheltered work-shop), dan (3) tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Ada yang masih mampu dilatih mengurus sendiri dan berkomunikasi secara sederhana dalam batas tertentu, mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang dari 30.
Sedang anak-anak yang mengalami kelainan perilaku sosial-emosional (tunalaras) dapat diklasifikasikan menjadi; (1) berdasarkan perilakunya, mencakup (a) beresiko tinggi; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya, (b) beresiko rendah; autism, kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya, (c) kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya, dan (d) agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah; (2) berdasarkan kepribadian, mencakup kekacauan perilaku, menarik diri (withdrawll), ketidakmatangan (immaturity), dan agresi social
Anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami berkelainan akademik dalam konteks ini mencakup anak-anak berbakat dan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar khusus. Derajat kelainan masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus tersebut juga sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Secara umum anak berbakat diklasifikasan berdasarkan standar Stanford Binet, yaitu meliputi, (1) kategori rata-rata tinggi , dengan tingkat kapasitas intentelektual (IQ): 110-119, (2) kategori superior, dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) :120-139, dan (3) kategori sangat superior, dengan tingkat intelektual (IQ) :140-169
Untuk anak berkesulitan belajar spesifik, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi; (1) Kesulitan Berlajar Perkembangan. Pengelompokkan kesulitan belajar pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) adalah kesulitan belajar perkembangan, hal ini dikarenakan anak balita belum belajar secara akademis, tetapi belajar dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti kematangan persepsi visual-auditory, wicara, daya deferensiasi, kemampuan sensory-motor dsb., dan (2) Kesulitan Belajar Akademik, Anak-anak usia sekolah yaitu usia di atas 6 tahun masuk dalam kelompok kesulitan belajar akademik, disebabkan karena kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang akademik di sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik seperti berhitung/matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (disphasia), kesulitan/tidak terampil (dispraksia), dsb.
Selain klasifikasi yang telah disebutkan tersebut, sebenarnya masih banyak klasifikasi lain berdasarkan konsep dan kepentingannya masing-masing. Termasuk di dalamnya adalah klasifikasi untuk anak berkesulitan belajar khusus, berdasarkan gangguan atau jenis kesulitan yang dialami.
Anak-anak berkelainan fisik terdiri dari tunanetra, tunarungu dan tunadaksa, adapun karakteristik kelainan fisik meliputi:
1. Tunanetra
                        Fisik, adanya kelainan pada indera penglihatan
                        Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya.
                        Motorik, kurang dapat melakukan mobilitas secara umum
                        Sosial-emosional, mudah tersinggung dan bersifat verbalism yaitu dapat bicara tetapi tidak tahu nyatanya.
                         
2. Tunarungu
                        Fisik, kesan lahiriah tidak menampakan adanya kelainan pada anak
                        Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan keadaan anak-anak normal pada umumnya.
                        Motorik, sering anak tunarungu kurang memiliki keseimbangan motorik dengan baik.
                        Sosial-emosional, sering memperlihatkan rasa curiga yang berlebihan, mudah tersinggung.
                         
3. Tunadaksa
                        Fisik, jelas menampakkan adanya kelainan baik fisik, maupun motorik.
                        Kemampuan akademik, untuk tunadaksa ringan tidak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Sedangkan untuk tunadaksa berat terutama bagai anak yang mengalami gangguan neuro-muscular sering disertai dengan keterbelakangan mental.
                        Motorik, banyak tunadaksa yang mengalami gangguan motorik baik motorik kasar maupun motorik halus.
                        Sosial-emosional, anak tunadaksa memiliki kecenderungan rasa rendah diri (minder) dalam pergaulan dengan orang lain.
Tunagrahita adalah seseorang yang memiliki kapasitas intelektual (IQ) di bawah 70 yang disertai dengan ketidak mampuan dalam penyesiuaian diri dengan lingkungan sehingga memiliki berbagai permasalahan sosial, untuk itu diperlukan layanan dan perlakuan pendidikan khusus. Tunagrahita dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu sehingga terdapat berbagai istilah kalsifikasi dan karakteristiknya, menurut psikologi tunagrahita dibagi menjadi mild, moderate, severe, dan profound. Sedang kedokteran membagi menjadi debil, imbesil dan idiot, serta dalam pendidikan dapat di kelompokkan menjadi mampu didik, mampu latih dan perlu rawat. Karakteristik berdasar klasifikasi klinik atau adanya ciri fisik yang khas meliputi Down’s syndrome, kritin, macro cephalus (hidro cephalus), dan microcephalus. Pada dasarnya anak tunagrahita memiliki karakteristik yang relatif homogin berdasar klasifikasinya. Adapun karakteristik tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Tingkat ringan, memiliki kemampuan paling tinggi setraf dengan anak kelas 5 SD, mampu di ajar memca, menulis dan berhitung sederhana. Dalam sosialisasi masih mampu mnyesuaikan diri dengan lingkungan sosial secara terbatas.

2. Tingkat sedang, memiliki kemampuan akademik maksimal setaraf dengan anak kelas 2 SD, biasanya sering disertai gangguan motorik dan komunikasi sehingga sangat sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, aktifitas sosialnya hanya sebatas untuk memelihara diri sendiri.

3. Tingkat berat, anak ini tidak mampu dididik maupun dilatih, kemampuannya paling tinggi setaraf anak pra-sekolah, sepanjang hidupnya anak ini bergantung pada orang lain.

Karakteristik anak tunalaras secara umum menunjukkan adanya gangguan perilaku, seperti suka menyerang (agresive), gagngguan perhatian dan hiperaktive. Secara akademik anak tunalaras sering ditemui tidak naik kelas hal ini dikarenakan gangguan perilakunya bukan karena kapasitasv intelektualnya. Karakteristik emosi-sosial anak tunalaras suka melanggar norma baik yang berlaku di institusi seperti sekolah maupun masyarakat sehingga anak ini sering disebut dengan anak maladjusted. Tunalaras sering menunjukkan kepribadian yang tidak matang (immature) dan menunjukkan adanya kecemasan (anxietas).
Berbakat merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya anak berkelainan mental tinggi yaitu di atas rata-rata anak normal. Adapun karakteristik atau ciri yang menonjol pada anak berbakat meliputi:        
1. Karakteristik Intelektual, cepat dalam belajar, rasa ingin tahunya tinggi, daya konsentrasinya cukup lama, memiliki daya kompetetif tinggi.
2. Karakteristik Sosial-emosional, mudah bergaul atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, memiliki sifat kepemimpinan (leadership) terhadap teman sebayanya, bersifat jujur, dan memiliki tenggangg rasa serta mampu mengontrol emosi.
3. Karakteristik Fisik-kesehatan, berpenampilan menarik, memiliki daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit, dapat memelihara penampilan fisik yang bersih dan rapi.
Berkesulitan belajar merupakan istilah generik, sehingga mengandung berbagai bentuk kesulitan di segala bidang. Kesulitan belajar spesifik dikenal dengan istilah disfungsi minimal otak (DMO) oleh dunia kedokteran. Berkesulitan belajar spesifik pada dasarnya dapat dipaham dengan 4 demensi yaitu:
                        Kesenjangan antara kapasitas intelektual dan prestasi belajar
                        Adanya disfungsi minimal otak
                        Adanya gangguan pada proses psikologi dasar
                        Adanya kesulitan pada pencapaian prestasi belajar akademik
Kesulitan belajar dapat dibagi menjadi kesulitan belajar perkembangan bagi anak pra-sekolah dan kesulitan belajar akademik bagi anak usia sekolah. Sedangkan karakteristik spesifik dapat ditunjukkan sesuai dengan sebutan atau gejala yang muncul yaitu: disleksia, disgraphia, dispraksia, diskalkulia, disphasia, body awarness, Dsb. Anak berkesulitan belajar spesifik memiliki karakteristik yang unik setiap anak memiliki karakteristik yang ber beda-beda (heterogen) sehingga untuk penangananya setiap anak akan berbeda sesuai dengan hasil diagnosisnya. Untuk itu penanganan anak tidak ada di sekolah khusus tetapi di sekolah umum dengan kelas remidial.
Prinsip dasar layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut (a) Keseluruhan anak (all the children), (b) kenyataan (reality), (c) program yang dinamis (a dynamic program) , (d) kesempatan yang sama (equality of opportunity), (e) kerjasama (cooperative), (f) kasih sayang , (g) keperagaan, (h) keterpaduan dan keserasian antar ranah, (i) pengembangan minat dan bakat, (j) kemampuan anak, (k) model, (l) pembiasaan, (m) latihan, (n) pengulangan, (o) penguatan
Selain prinsip tersebut di atas ada juga prinsip lain yang perlu diperhatikan guru adalah (a) prinsip totalitas, (b) prinsip keperagaan, (c) prinsip berkesinambungan, (d) prinsip aktivitas, dan (e) prinsip individual.
Secara umum, pendekatan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ada dua, yaitu (1) pendekatan kelompok/klasikal, dan (2) pendekatan individual. Pendekatan kelompok, memilki kelebihan dalam hal pelaksanaan dari segi waktu, tenaga, dan biaya. Sedangkan pendekatan individual, pencapaian kompetensi yang diharapkan tentu akan lebih baik dan lebih efektif, sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing anak. Selain itu, jika berorientasi ke pencapaian hasil belajar anak, ada dua pendekatan yang digunakan dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus, yaitu pendekatan remidial dan pendekatan akseleratif. Pendekatan remidial bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam upaya mencapai kompetensi yang ditentukan dengan lebih menekankan pada hambatan atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan khusus. Pendekatan remidial didasarkan pada bagian-bagian sub kompetensi yang belum dicapai oleh anak.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bergantung pada kelainan yang dialami anak. Anak tunanetra layanan pendidikan meliputi (1) penguasaan braille, (2) latihan orientasi dan mobilitas, (3) penggunaan alat bantu dalam pembelajaran berhitung dan matematika, meliputi cubaritma, papan taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan beberapa konsep matematika braille, (4) pembelajaran pendidikan jasmani bagai anak tunanetra, dan (5) pembelajaran IPA. Anak tunarungu, layanan pendidikanadalah terletak pada pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Anak tunadaksa layanan pendidikan utama terletak pada bina gerak. Untuk memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannnya.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan indivudual dan pendekatan remidiatif. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai dengan kemampuannnya. Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan senso motorik, terapi bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunalaras adalah pendekatan bimbingan dan konseling serta terapi. Pendekatan terapi yang sering digunakan untuk layanan pendidikan anak tunalaras adalah (1) insight-oriented therapies; (2) play therapy; (3) group therapy; (4) behavior therapi; (5) marital and family therapy; dan (6) drug therapy.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berbakat di sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penjaringan (screening) dan tahap seleksi (identifikasi) setelah teridentifikasi keberbakatan anak, langkah selanjutnya adalah menentukan layanan pendidikan bagi mereka. Ada berbagai macam layanan pendidikan bagai anak berbakat, yaitu layanan akselerasi, layanan kelas khusus, layanan kelas unggulan, dan layanan bimbingan sosial dan kepribadian.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar spesifik ada tiga macam, yaitu layanan remidiasi, layanan kompensasi dan layanan prevensi.
Fasilitas pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus bergantung pada karakteristik masing-masing anak. Fasilitas pendidikan bagi anak tunanetra adalah braille dan peralatan orientasi mobilitas, serta media pelajaran yang menungkinkan anak untuk memanfaatan fungsi perabaan dengan optimal. Fasilitas pendidikan bagi anak tunarungu meliputi audiometer, hearing aids, telephone-typewriter, mikro komputer, audiovisual, tape recorde, spatel, cermin. Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita adalah latihan sensomotorik dan pembentukan motorik halus. Fasilitas pendukung pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan dengan aksesibilitas gedung dan ruangan dan fasilitas fisioterapi, terapi bermain, dan terapi okupasi. Selain itu, bagi anak tunadaksa adalah fasilitas mobilisasi meliputi kruk, splint, brace, dan kursi roda. Fasilitas pendukung pendidikan bagi anak tunalaras lebih berkaitan dengan fasilitas terapi bermain, terapi okupasi, dan fisioterapi.
Langkah awal yang dilakukan dalam menemukan dan menentukan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar adalah melalui identifikasi. Secara umum, identifikasi adalah upaya menemukenali anak-anak yang diduga mengalami kelainan, atau berkebutuhan khusus. Kegiatan ini sangat penting dilakukan oleh guru, untuk dapat mememukan dan memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.
Identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya melalui observasi yang dilakukan secara seksama dan sistematis, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk melengkapi data atau informasi yang diperoleh melalui observasi tersebut, perlu dilakukan pula wawancara dengan orangtua, keluarga, teman sepermainan, ataupun dengan fihak-fihak lain yang dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan seorang anak. Selain itu identifikasi juga dapat dilakukan melalui teknik tes yang berupa serangkaian tugas yang harus dikerjakan anak, baik yang sederhana buatan guru sendiri ataupun tes psikologi yang telah distandarkan. Tes buatan guru sendiri dapat dirancang berdasarkan usia anak, sedangkan tes psikologi merupakan bentuk tes yang sudah dibakukan.
Sebagai pendalaman materi ini, latihan-latihan dan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk anak berkebutuhan khusus sangat dianjurkan. Melalui aktivitas ini didukung dengan pencermatan karakteristik anak-anak berkebutuhan khusus, maka seorang guru tidak akan mengalami kesulitan dalam menemukenali anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar.
Asesmen merupakan aktivitas yang amat penting dalam proses pembelajaran di sekolah, untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif dan komprehentif terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Pada intinya asesmen berorientasi pada upaya pengumpulan informasi secara sistematis dalam upaya perencanaan dan implementasi pembelajaran siswa di sekolah.
Tujuan daripada pelaksanaan asesmen dalam konteks pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus diantaranya adalah untuk (1) penseleksian anak-anak yang berkebutuhan khusus, (2) penempatan siswa berkebutuhan khusus, sesuai dengan kemampuannya, (3) perencanaan program dan strategi pembelajaran, dan (4) mengevaluasi serta memantau perkembangan belajar siswa. Pelaksanaan asesmen tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu merumuskan tujuannya dengan memperhatikan tahapan ruang lingkup materinya. Langkah selanjutnya adalah merumuskan prosedurnya, yang dapat dilakukan melalui tes formal maupun informal untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Dari hasil informasi yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dan dianalisis guna menentukan tujuan pembelajaran, dan strateginya dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Sebagai tindak lanjutnya adalah implementasi kegiatan pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam upaya pelaksanaan asesmen untuk anak-anak berkebutuhan khusus antara lain melalui observasi, tes formal dan informal, dan wawancara, dengan didukung beberapa instrumen seperti checklist ataupun skala penilaian.
Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang unik, dengan berbagai ragam permasalahan belajar yang dihadapi di sekolah. Untuk mengobtimalkan potensinya, maka perlu dirancang program khusus yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan masing-masing individu, yang mungkin selama ini masih mengikuti program umum di sekolahnya.
Program pembelajaran individual (PPI) merupakan salah satu program yang disusun sesuai dengan kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka pendek atau jangka panjang Langkah awal untuk mengembangkan program pembelajaran individu adalah dengan melakukan identifikasi dan asesmen untuk mengetahui kompetensi dan bidang kesulitan yang dialami oleh seorang anak. Informasi tersebut sangat diperlukan, terutama untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai. Untuk mengembangkan program ini, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, yaitu; (1) mendeskripsikan kompetensi siswa secara rinci pada saat sekarang dalam berbagai bidang pelajaran; (2) merumuskan tujuan, baik jangka panjang (tahunan) ataupun tujuan jangka pendek, secara khusus dalam kegiatan pembelajaran; (3) menentukan teknik dan alat evaluasi untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai; (4) mengembangkan ranah kurikulum yang akan dibuat atau diprogramkan, serta (5) menetapkan strategi pembelajaran, sesuai dengan penekanan pada ranah kurikulumnya.
Pelaksanaan program dilakukan dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan tim, dan mempersiapkan materi dan lembar kegiatan, fasilitas dan sumber, serta kalender akademik yang akan digunakan. Selama pelaksanaan, kegiatan harus selalu dipantau dan dievaluasi untuk melihat perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai siswa.

TWITTER

Recent Post